I Have a Dream

“Ini… di mal?” Anne melihat ke sekelilingnya dengan tatapan tak percaya. Di sekelilingnya terdapat banyak toko-toko dengan lampu menyala-nyala.
“Yup!” Seseorang membalas gumamannya, ternyata dia seorang gadis yang sangat cantik. “Aku… Karrel.”
“Ini di mana? Maksudku, salam kenal, aku Anne,” balasnya. Karrel tersenyum begitu ramah.
“Kau tak usah memberi tahuku. Aku sudah tahu namamu. Ini di mal, lebih tepatnya di dunia mimpi. Kami bisa belanja sepuasnya, enggak bakal mau pulang ke dunia. Percaya!”
Anne mengernyit, “Tapi…, aku tidak punya uang. Lagipula, aku tidak pernah ke mal. Paling hebat, aku hanya ke supermarket.”
“Kau mau uang? Akan kuberi sebanyak mungkin! Di sini atau di dunia! Nah, ayo. Ulurkan tanganmu. Kita akan belanja parfum. Kau berkeringat saat tidur.”

Begitulah, Anne diajak Karrel untuk berbelanja di mal, mulai dari parfum, baju, nongkrong di kafe mahal ditemani secangkir kopi seharga empat dolar, dan membeli aksesoris lucu. Anne sangat sedih dan khawatir tak bertemu Karrel, tapi tidak setelah Karrel mengatakan dia dan dirinya akan bertemu setiap bermimpi.

Sepulang sekolah, Anne menaruh tas punggungnya di sofa lusuh. Tiba-tiba, ayah datang dengan napas terengah-engah. “Danielle! Anne! Ayah punya kabar penting! Ayah memenangkan undian seratus juta dolar!”
Mata Anne tidak berkedip. Ternyata, Karrel tak bohong. Siapa dia sebenarnya? Batin Anne.

“Siapa kau? Kau yang membuat ayahku memenangkan undian itu?” tanya Anne saat dia bermimpi lagi, dan jatuh tepat di tengah mal lagi.
“Yup! Kamu bisa berbelanja baju bagus dan menghamburkan uang di toko aksesoris!” sahut Karrel berapi-api, wajahnya merona saking bersemangatnya. Awalnya, Anne tak yakin akan gaya hidup Karrel. Tapi, sepertinya menyenangkan juga.

Sudah sebulan sejak ayah Anne memenangkan undian itu, kini dia telah menjadi gadis bergaya glamor dan mewah, memerintah seenaknya. Tapi, dia akan baik sekali jika bertemu dengan Karrel, Sang Motivator hidupnya sekarang…

Malamnya, Anne langsung berteriak pada Karrel saat dirinya jatuh dengan anggun di tengah mal, “Hai, Karrel! Ayo kita belanja-belanja lagi! Aku bawa banyak dolar di saku piyama-ku!”
“Ayo kita main game di blackzone! Kita beli koin sepuluh dolar!” sahut Karrel semangat.

“Yah, kalah!” keluh Anne saat koin terakhirnya habis. “Ayo beli sepuluh dolar lagi!”
Karrel hanya tersenyum datar saat melihat Anne kembali ke konter blackzone, ini yang kelima kalinya. Sepertinya, misinya akan selesai sebentar lagi.

“Wah! Mal-nya sudah mau tutup, ya?” Anne mengerutkan kening saat toko-toko mulai ditutup dan lampu dimatikan. “Hiiy! Gelap. Pulang, ah!”
“Sudah saatnya…”
“APA?”
WUUUSH! Tiba-tiba, mal di sekeliling Anne terbakar hangus oleh api, digantikan dengan genangan lava yang meletup-letup seperti air mendidih. Pupil mata Anne mengecil, “A-apa ini?”
“Ini…, sosok asliku, iblis yang menjerumuskan manusia oleh gemerlapan dunia mal. Ini tempat asli mal itu…, di sinilah aku merebut tubuhmu…, untuk menjerumuskan manusia ke dalam dunia ilusi gemerlapan ini. Sampai jumpa.”
Karrel berubah menjadi cairan hitam dan melesat ke arah Anne. “AAAAAAHH!”

“Selamat pagi, Anne. Kamu heboh sekali hari ini!”
“Iya, biasanya heboh. Tapi, tak seheboh ini.”
“Sudahlah. Kalian mau kutraktir pulang sekolah di bar. Lalu, kita ke mal. Ada toko aksesoris baru, lho!”
“Benarkah? Ayo!”

Tugasku selesai. Anne terkurung di dunia ilusi itu. Aku akan gunakan tubuhnya untuk menjerumuskan manusia ke dunia ilusi itu. Para manusia bodoh, buta karena dunia gemerlap itu. Saatnya mencari mangsa lain…

Cerpen Karangan: Adine Monica Worek

Tinggalkan komentar